MEMAHAMI SELERA CUSTOMER DALAM INDUSTRI FASHION. Tentu bukan sesuatu yang gampang buat seorang desainer fashion atau buyer untuk bisa paham persis apa keinginan customernya dalam upayanya menghasilkan produk yang disukai pembeli. Karena itulah dalam sebuah koleksi yang dijual, sudah menjadi sesuatu yang lumrah, kalau kemudian selalu aja ada produk yang tidak laku dan berakhir di boks obral, selain tentunya ada juga yang best seller. Untuk itu dibutuhkan kejelian menganalisa produk yang baik, mengikuti kecepatan perkembangan trend yang ada, memahami kondisi sosial ekonomi yang ada, dan perubahan gaya hidup yang sedang berlangsung. Maklum, dengan kompetisi yang makin ketat dalam industri mode, harga yang murah kini bukanlah jaminan satu satunya. Tapi produk yang bagus dan pas selera sesuai target customer yang disasar adalah yang utama selain service yang baik, tentunya.
Nah, untuk bisa paham kemauan customer, cara yang paling mudah untuk mendeteksinya adalah dengan melihat terlebih dahulu apa yang tidak disukai. Caranya? Ya lihatlah ke beragam barang obral/sale yang ada di toko atau boks obral di tempat Anda menjual atau kompetitor Anda. Selanjutnya tariklah sebuah benang merah kenapa semua produk ini gagal diterima pasar dan adakah kesamaan di antara produk produk itu. Apakah karena jahitan dan fittingnya yang tidak bagus? Apakah warnanya yang tidak "pas"? Apakah model/style/potongan yang dijualnya "aneh" dan terlalu fashionable untuk kelas konsumennya ataukah harga jualnya dipatok terlalu tinggi?
Belajar dari berbagai kesalahan yang pernah kita atau orang lain lakukan tentunya akan membuat kita menjadi lebih cermat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, bukan? Nah, untuk itu, seorang desainer fashion atau buyer memang dituntut untuk belajar sales history untuk tau desain mana yang laku di toko A tapi tidak laku di toko B atau laku di kota C tapi tidak bisa diterima konsumen di toko D. Maklum, terkadang keragaman lokasi juga bisa berpengaruh pada perbedaan selera konsumen sehingga distribusi produk yang tepat juga menjadi hal yang penting dalam mencapai sales target dengan jumlah stok yang memadai.
Nah, untuk itulah perlu pemikiran yang jernih sebelum kita menawarkan sebuah produk fashion dari segi pilihan warna, bahan, corak, model/style/siluet sampai ke detil aksesori dan fittingnya agar semua keinginan customer (bukan keinginan desainer/buyer) bisa kita penuhi selain harganya tentu yang punya value for money.
Pilihan yang keliru akan merugikan investasi modal awal pembelian dan produksi yang dilakukan, apalagi untuk memproduksi fashion item macam celana yang membutuhkan beragam stok size. Karena itu setiap desain yang mau diproduksi haruslah disesuaikan dengan kategori produknya (basic, update atau fashion) dan proporsi jumlahnya dimana produk fashion biasanya akan memakan jatah yang tidak banyak.
Adalah tugas seorang desainer untuk tau batasan batasan apa yang bisa di eksplorasinya untuk tiap kategorinya sehingga tidak terkesan tumpang tindih atau "too much". Lebih dari itu, model yang praktis, dengan fitiing yang nyaman, dan desain yang lebih sederhana tapi punya aksen dan detil menarik, biasanya lebih dipilih customer selain tentunya yang mudah dipadupadankan dengan busana yang sudah ada di lemari pakaian pembelinya.
Cobalah selalu belajar juga dari produk produk yang best seller dan cari tau apa penyebab produk itu laku dengan menarik sebuah benang merah atau meminta masukan dari beragam penjaga toko bagaimana reaksi customernya ketika mereka berbelanja di toko kita. Apakah keputusan spontan mereka karena warna busananya yang menarik, modelnya, fitting dan bahannya, atau karena diskonnya yang besar.
Memang tidak semua masukan SPG itu bisa kita cerna langsung tapi mendengar masukan mereka yang mewakili konsumen (asal bukan pendapat pribadi) tentu tidak ada salahnya bukan?
Yang pasti memahami selera konsumen bukan hal mudah. Resep sukses yang kita pakai sekarang boleh jadi 3 bulan kemudian belum tentu sukses kalau diulangi. Maklum, sekarang ini perubahan gaya hidup dan kondisi ekonomi serta kemajuan tekhnologi, telah cepat pula merubah selera dan gaya berbelanja seseorang. Tapi, tetaplah pengalaman adalah guru yang terbaik, bukan? (Harry Gunawan)
Nah, untuk bisa paham kemauan customer, cara yang paling mudah untuk mendeteksinya adalah dengan melihat terlebih dahulu apa yang tidak disukai. Caranya? Ya lihatlah ke beragam barang obral/sale yang ada di toko atau boks obral di tempat Anda menjual atau kompetitor Anda. Selanjutnya tariklah sebuah benang merah kenapa semua produk ini gagal diterima pasar dan adakah kesamaan di antara produk produk itu. Apakah karena jahitan dan fittingnya yang tidak bagus? Apakah warnanya yang tidak "pas"? Apakah model/style/potongan yang dijualnya "aneh" dan terlalu fashionable untuk kelas konsumennya ataukah harga jualnya dipatok terlalu tinggi?
Belajar dari berbagai kesalahan yang pernah kita atau orang lain lakukan tentunya akan membuat kita menjadi lebih cermat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, bukan? Nah, untuk itu, seorang desainer fashion atau buyer memang dituntut untuk belajar sales history untuk tau desain mana yang laku di toko A tapi tidak laku di toko B atau laku di kota C tapi tidak bisa diterima konsumen di toko D. Maklum, terkadang keragaman lokasi juga bisa berpengaruh pada perbedaan selera konsumen sehingga distribusi produk yang tepat juga menjadi hal yang penting dalam mencapai sales target dengan jumlah stok yang memadai.
Nah, untuk itulah perlu pemikiran yang jernih sebelum kita menawarkan sebuah produk fashion dari segi pilihan warna, bahan, corak, model/style/siluet sampai ke detil aksesori dan fittingnya agar semua keinginan customer (bukan keinginan desainer/buyer) bisa kita penuhi selain harganya tentu yang punya value for money.
Pilihan yang keliru akan merugikan investasi modal awal pembelian dan produksi yang dilakukan, apalagi untuk memproduksi fashion item macam celana yang membutuhkan beragam stok size. Karena itu setiap desain yang mau diproduksi haruslah disesuaikan dengan kategori produknya (basic, update atau fashion) dan proporsi jumlahnya dimana produk fashion biasanya akan memakan jatah yang tidak banyak.
Adalah tugas seorang desainer untuk tau batasan batasan apa yang bisa di eksplorasinya untuk tiap kategorinya sehingga tidak terkesan tumpang tindih atau "too much". Lebih dari itu, model yang praktis, dengan fitiing yang nyaman, dan desain yang lebih sederhana tapi punya aksen dan detil menarik, biasanya lebih dipilih customer selain tentunya yang mudah dipadupadankan dengan busana yang sudah ada di lemari pakaian pembelinya.
Cobalah selalu belajar juga dari produk produk yang best seller dan cari tau apa penyebab produk itu laku dengan menarik sebuah benang merah atau meminta masukan dari beragam penjaga toko bagaimana reaksi customernya ketika mereka berbelanja di toko kita. Apakah keputusan spontan mereka karena warna busananya yang menarik, modelnya, fitting dan bahannya, atau karena diskonnya yang besar.
Memang tidak semua masukan SPG itu bisa kita cerna langsung tapi mendengar masukan mereka yang mewakili konsumen (asal bukan pendapat pribadi) tentu tidak ada salahnya bukan?
Yang pasti memahami selera konsumen bukan hal mudah. Resep sukses yang kita pakai sekarang boleh jadi 3 bulan kemudian belum tentu sukses kalau diulangi. Maklum, sekarang ini perubahan gaya hidup dan kondisi ekonomi serta kemajuan tekhnologi, telah cepat pula merubah selera dan gaya berbelanja seseorang. Tapi, tetaplah pengalaman adalah guru yang terbaik, bukan? (Harry Gunawan)
Komentar
Posting Komentar